BAB
11
Hak
Kekayaan Intelektual (HAKI)
1. Pengertian
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa
digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum,
dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun
1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud
dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian
isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan
Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan,
dibeli, maupun dijual.
2. Prinsip-prinsip
Hak Kekayaan Intelektual
Prinsip-prinsip
hak kekayaan intelektual antara lain sebagai berikut :
§ Prinsip
Keadilan (The Principle of Natural Justice)
Hukum
memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak
dalam rangka kepentingan yang disebut hak.
§ Prinsip
Ekonomi (The Economic Argument)
Nilai
ekonomi pada HAKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya, pencipta
mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya seperti dalam bentuk
pembayaran royalti terhadap pemutaran musik dan lagu hasil ciptanya.
§ Prinsip
Kebudayaan (The Cultural Argument) berdasarkan prinsip ini, pengakuan atas
kreasi karya sastra dari hasil ciptaan manusia diharapkan mampu membangkitkan
semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru.
§ Prinsip
Sosial (The Social Argument) berdasarkan prinsip ini, sistem HAKI memberikan
perlindungan kepada pensipta tidak hanya untuk memenuhi kepentingan individu,
persekutuan atau kesatuan itu saja melainkan berdasarkan keseimbangan individu
dan masyarakat.
3. Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual
Berdasarkan WIPO, HAKI dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu :
§ Hak Cipta ( copyrights)
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di
bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas
dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan
dalam wujud tetap.
§ Hak Kekayaan Industri ( industrial
property rights )
Hak yang mengatur segala sesuatu
tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak
kekayaan industri ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi
Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di
amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi :
a.
hak paten
b.
merk dagang
c. hak desain industri
d. hak desain tata letak sirkuit terpadu
(integrated circuit)
e. rahasia dagang
f. varietas tanaman
4. Dasar
Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Dasar
hukum hak kekayaan intelektual di indonesia diatur dalam undang-undang antara
lain sebagai berikut :
a. UU Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
b. UU Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten
c. UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
d. UU Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
e. UU Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain
Industri
f. UU Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu
g. UU Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Varietas
Tanaman
5. Hak
Cipta
Hak cipta adalah hak bagi pencipta atau
penerima hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Hak Paten
Hak
paten adalah hak yang diberikan atas sebuah penemuan, dapat berupa produk atau
proses secara umum, suatu cara baru untuk membuat sesuatu atau menawarkan
solusi atas suatu masalah dengan teknik baru.
7. Hak Merk
Hak merk adalah hak untuk
mengidentifi-kasi suatu barang atau jasa sebagai-mana barang atau jasa tersebut
dipro-duksi atau disediakan oleh orang atau perusahaan tertentu.hak yang
membantu konsumen untuk mengidentifikasi dan membeli sebuah produk atau jasa
berdasarkan karakter dan kualitasnya, yang dapat teridentifikasi dari mereknya
yang unik.
8. Desain
Industri
Desain Industri berguna untuk berbagai
produk industri dan kerajinan antara lain bisa peralatan rumah tangga,
peralatan listrik, peralatan elektronik, jam tangan (aksesoris) dan lain
sebagainya. Dalam desain industri membantu untuk mengelola berbagai macam
perlatan serta memudahkan berbagai macam cara.
9. Rahasia
Dagang
Rahasia dagang merupakan rahasia
tersendiri bagi para pengusaha ataupun perusahaan dalam menjalankan bisnisnya
sendiri. Didalam perusahan ataupun pengusaha rahasia dagang merupakan hal
terpenting yang tidak boleh orang lain tau tentang ini bisa berupa produk yang
mereka gunakan ataupun macam jenis lainnya.
Sumber
:
http://id.wikipedia.org/wiki/komsumen
http://nuryana26.wordpress.com/2012/05/15/hal-kekayaan-inteletual-haki/
BAB 12
Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali,
maka dia disebut pengecer atau distributor. Pada masa sekarang ini bukan suatu
rahasia lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah raja sebenarnya, oleh karena itu
produsen yang memiliki prinsip holistic marketing sudah seharusnya
memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen .
2. Asas dan Tujuan Konsumen
Sebelumnya
telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan
konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan
kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah:
- Meningkatkan
kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
- Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negative pemakaian
barang atau jasa.
- Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen.
- -
Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
- -
Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
- -
Meningkatkan
kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang atau
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Asas-asas yang dianut dalam hukum
perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
a. Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan
pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi
dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
b. Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di
Pasal 4-7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku
usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh
haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
c. Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini,
diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud
secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
d. Asas keamanan dan
keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e. Asas kepastian
hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan
pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
3. Hak
dan Kewajiban Konsumen
Hak-hak Konsumen
Sesuai
dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen
adalah :
-
Hak
atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
- Hak
untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut
sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
- Hak
atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa.
-
Hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan.
-
Hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
-
Hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
-
Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
- Hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang atau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
-
Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen,
Kewajiban Konsumen adalah:
1.
Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2.
Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
3.
Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4.
Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
4. Hak
dan Kewajiban Pelaku usaha
Seperti
halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku
usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1.
Hak
untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
2.
Hak
untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3.
Hak
untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen.
4.
Hak
untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.
5.
Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan
Pasal 7 UUPK adalah:
1.
Beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2.
Memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau
jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
3.
Memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
4.
Menjamin
mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang atau jasa yang berlaku.
5.
Memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan mencoba barang atau jasa tertentu
serta memberi jaminan atau garansi atas barang yang dibuat dan yang
diperdagangkan.
6.
Memberi
kompensasi, ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian
dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan.
7.
Memberi
kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang dterima
atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Bila
diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha
bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi
konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula
dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku
usaha. Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK
pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga
harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang
antar pelaku usaha.
5. Perbuatan
yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Perbuatan
yang dilarang bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran. Ketentuan ini diatur
di Pasal 9-16. Pada Pasal 9 pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklan-kan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, atau seolah-olah:
1.
Barang
tersebut telah memenuhi dan memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu
tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna
tertentu.
2.
Barang
tersebut dalam keadaan baik atau baru.
3.
Barang
dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan atau memiliki sponsor, persetujuan,
perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori
tertentu.
4.
Barang
dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor,
persetujuan atau afiliasi.
5.
Barang
dan/atau jasa tersebut tersedia.
6.
Barang
tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi.
7.
Barang
tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
8.
Barang
tersebut berasal dari daerah tertentu.
9.
Secara
langsung atau tidak langsung merendahkan barang atau jasa lain.
10.
Menggunakan
kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung
risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap.
11.
Menawarkan
sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Kemudian
pada Pasal 10 ditentukan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau
jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan
mengenai:
1.
Harga
atau tarif suatu barang atau jasa.
2.
Kegunaan
suatu barang atau jasa.
3.
Kondisi,
tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang atau jasa.
4.
Tawaran
potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
5.
Bahaya
penggunaan barang atau jasa.
6. Klausula
Baku Dalam Perjanjian
Klausula
baku adalah setiap syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha yang dituangkan dalam
suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Memang
klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak memiliki pilihan selain
menerimanya. Namun di sisi lain, harus diakui pula klausula baku sangat membantu
kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau
kontrak sehari-hari kita selalu harus mernegosiasikan syarat dan ketentuannya.
Di dalam
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian, antara lain
:
a) Menyatakan pengalihan tanggung jawab
pelaku usaha.
b)
Menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli
konsumen.
c)
Menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas
barang dan atau jasa yang dibeli konsumen.
d)
Menyatakan
pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun
tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan
barang yang dibeli konsumen secara angsurang.
e)
Mengatur
perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang
dibeli oleh konsumen.
f)
Memberi
hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta
kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.
g)
Menyatakan
tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan
dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa
konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
h)
Menyatakan
bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak
tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran.
7. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Tanggung
gugat produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat
dari produk yang cacat, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi,
tidak sesuai dengan yang diperjanjikan/jaminan atau kesalahan yang dilakukan
oleh pelaku usaha.
Didalam
Pasal 27 disebutkan hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab
atas kerugian yang diderita konsumen, apabila:
a. Barang tersebut terbukti seharusnya
tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan
b. Cacat barang timbul pada kemudian hari
c. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan
mengenai kualifikasi barang
d. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen
e. Lewatnya
jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu
yang diperjanjikan.
8. Sanksi
Sanksi-sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Sanksi Perdata :
Ganti rugi dalam bentuk :
-
Pengembalian
uang
-
Penggantian
barang
-
Perawatan
kesehatan
-
Pemberian
santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah
tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus
juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
Kurungan :
-
Penjara,
5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13
ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
-
Penjara,
2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13
ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
Sumber
:
BAB 13
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
1.
Pengertian
Pasar
Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang
menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau
sering disebut sebagai "monopolis".
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau
mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi;
semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut,
begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu
keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka
orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang
subtitusi (pengganti) produk tersebut.
2. Azas
dan Tujuan
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam
menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang
bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan
konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan.
Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan
memperkuat kedaulatan konsumen.
3. Kegiatan yang dilarang
Dalam UU
No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24.
Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian.
Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila
dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam
kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan
atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku
usaha atau satu kelompok pelaku usaha
2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya
ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar
yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
3. Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa
kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan
terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan
usaha tidak sehat yaitu :
a. menolak
dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang
sama pada pasar yang bersangkutan.
b. menghalangi
konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya.
c. membatasi peredaran dan atau penjualan
barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan.
d. melakukan praktik diskriminasi terhadap
pelaku usaha tertentu.
4. Persekongkolan
Adalah bentuk kerjasama yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk
menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol
(pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
5. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat,
dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi
dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing
yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai
atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada
pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan
barang atau jasa tertentu.
6. Jabatan Rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau
komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap
menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.
7. Pemilikan Saham
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham
mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam
bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa
perusahaan yang sama.
8. Penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan
berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus
dengan tujuan mencari keuntungan.
4. Perjanjian yang dilarang
1. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen
dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari
mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
2. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian, antara lain :
a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
b. Perjanjian
yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari
harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang
sama.
c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga di bawah harga pasar.
d. Perjanjian
dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau
jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya
dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
3. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah
pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha
lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri
maupun pasar luar negeri.
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi
harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk
gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan
anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa.
7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku
usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang
dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
8. Integrasi Vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi
sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa
tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau
proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang
menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali
barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat
tertentu.
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
5. Hal-hal
yang dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Perjanjian yang dikecualikan
a. Hak atas kekayaan intelektual, termasuk lisensi, paten, merk dagang, hak
cipta
b. Waralaba
c. Standar teknis produk barang dan atau jasa
d. Keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok
e. Kerjasama pnelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar
f. Perjanjian internasional
Perbuatan yang dikecualikan
a. Perbuatan pelaku usaha yang tergplong dalam pelaku usaha
b. Kegiatan usaha koperasi uang khusus melayani anggotanya
Pebuatan dan atau perjanjian yang
diperkecualikan
a. Pebuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan UU
b. Pebuatan dan atau perjanjian yang bertujuan untuk ekspor
6. Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Adalah
sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat
Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU
tersebut:
- Perjanjian
yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara
bersama-sama mengontrol produksi dan pemasaran barang dan jasa yang dapat
menyebabkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat seperti
perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian
wilayah,
kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian
dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak
sehat.
- Kegiatan
yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan pemasaran melalui
pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat.
- Posisi
dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya
untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat
bisnis pelaku usaha lain.
7. Sanksi
Apabila importir tersebut terbukti
melakukan kartel atau kecurangan lain, maka akan dikenakan sanksi. Sanksi
tersebut dapat berupa denda dan atau sanksi administratif berupa pencabutan izin
usaha.
Sumber
:
BAB
14
PENYELESAIAN
SENGKETA EKONOMI
1. Pengertian
Sengketa
Pengertian
sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik,
Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,
kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau
kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu
objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Sedangkan menurut Ali Achmad
berpendapat :
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari
persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat
menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Dari kedua
pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan
antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan
karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
2. Cara-cara
Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa secara damai
bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu
persengketaan antar negara.
Menurut pasal 33 ayat 1
(Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan)
Piagam PBB:
·
Negosiasi
(perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran
pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu
persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
·
Enquiry
(penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak
dimaksud untuk mencari fakta.
·
Good
offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan
jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara
langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
3. Negosiasi
Negosiasi
adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha
untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus
Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui
diskusi formal.
Negosiasi
merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi
kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan
kompetisi.Termasuk di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi,
kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu.
4. Mediasi
Mediasi
adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat
para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan
memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah
perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai
dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada
paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama
proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari
para pihak.
5. Arbitrase
Arbitrase
adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak
menyerahkan kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yang disebut arbiter,
untuk memberikan putusan.
6.
Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase dan Ligitasi
·
Perundingan:
merupakan tindakan atau proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan
yang bisa diterima.
·
Arbitrase:
Kekuasaan untuk menyelesaiakan suatu perkara menurut kebijaksanaan.
·
Ligitasi:
Proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan
atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.
Jadi
perbandingan diantara ketiganya ini merupakan tahapan dari penyelesaian
pertikaian. Tahap pertama terlebih dahulu melakukan perundingan diantara kedua
belah pihak yang bertikai. Kedua ialah ke jalan Arbitrase, ini digunakan jika
kedua belah pihak tidak bisa menyelesaiakan pertikaian yang ada oleh sebab itu
memerlukan pihak ketiga. Ketiga ialah tahap yang sudah tidak bisa diselesaikan
dengan menggunakan pihak ketiga, oleh sebab itu mereka memutuhkan hukum atau
pengadilan untuk menyelesaikan pertikaian yang ada.
Sumber: