Bab 1
Pengertian Hukum & Hukum Ekonomi
1.
Pengertian Hukum
Hukum
adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia
agar tingkah laku manusia dapat terkontrol , hukum adalah aspek
terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan, Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian
hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat berhak untuk mendapat
pembelaan didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah peraturan
atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan
masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
2.
Tujuan Hukum & Sumber – Sumber Hukum
Tujuan hukum mempunyai sifat universal
seperti ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan
kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum maka
tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan dengan prantara hakim
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk
menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya
sendiri.
Dalam
perkembangan fungsi hukum terdiri dari :
a. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat
Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan.
Manusia dalam masyarakat, hukum menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk,
hukum juga memberi petunjuk, sehingga segala sesuatunya berjalan tertib dan
teratur. Begitu pula hukum dapat memaksa agar hukum itu ditaati anggota
masyarakat.
b. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir
dan batin
Hukum
mempunyai ciri memerintah dan melarang
Hukum
mempunyai sifat memaksa
Hukum
mempunyai daya yang mengikat fisik dan Psikologis
Karena hukum mempunyai ciri, sifat dan daya mengikat, maka
hukum dapat memberi keadilan ialah dapat menentukan siapa yang bersalah dan
siapa yang benar.
c. Sebagai sarana penggerak pembangunan
Daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau di
daya gunakan untuk menggeraakkan pembangunan. Disini hukum dijadikanalat untuk
membawa masyarakat kea rah yang lebih maju.
d. Sebagai fungsi kritis
Sumber-sumber
Hukum
Sumber
hukum dapat di lihat dari segi :
1. Sumber-sumber hukum Material
Sumber
Hukum Materiil adalah tempat dari mana materiil itu diambil. Sumber hukum materiil
ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial,
hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (pandangan
keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalu lintas),
perkembangan internasional, keadaan geografis, dll.
2. Sedang Sumber Hukum Formal, merupakan tempat atau sumber dari mana suatu
peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara
yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Yang diakui umum sebagai
sumber hukum formal ialah UU, perjanjian antar Negara, yurisprudensi dan
kebiasaan. Sumber-sumber hukum formal yaitu:
1.
Undang-undang (statute)
2.
Kebiasaan (costum)
3.
Keputusan-keputusan hakim
4.
Traktat (treaty)
5.
Pendapat Sarjana hokum (doktrin)
3.
Kodifikasi Hukum
Adalah
pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara
sistematis dan lengkap.
Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan
atas :
·
Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang
dicantumkan pelbagai peraturan-peraturan, dan
·
Hukum Tak Tertulis (uSubjek dan Objek Hukum
1. Subjek Hukum
Subjek
hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk
bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum. Subjek hukum di bagi
atas 2 jenis, yaitu :
1. Subjek Hukum Manusia
Adalah
setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan
kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir
hingga meninggal dunia.
Ada
juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap
dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
·
Anak yang masih
dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
·
Orang yang berada
dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
2.
Subjek Hukum Badan Usaha
Adalah
sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan
tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah
ditentukan oleh hukum yaitu :
1.
Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2.
Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
2. Objek Hukum
Objek
hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi
objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun
hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis
objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda
dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen),
dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini
penjelasannya :
1.
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda
yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya
dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda
berubah / berwujud. Yang meliputi :
a.
Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang d
nstatutery law, unwritten law),
yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis
namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi
hukum, yaitu :
o
Kodifikasi terbuka
Adalah
kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar
induk kondifikasi.
“Hukum
dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut
sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai
peraturan”.
o
Kodifikasi tertutup
Adalah
semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau
buku kumpulan peraturan.
4.
Kaidah/Norma
Norma hukum
adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya
pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk
dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran
terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman
mati).
5.
Pengertian Ekonomi & Hukum Ekonomi
Definisi Ekonomi
Kata
“ekonomi” sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan νόμος (nomos),
atau “peraturan, aturan, hukum,” dan secara garis besar diartikan sebagai
“aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga.”
Jadi,
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan
menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan
antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang
jumlahnya terbatas.
Menurut
M. Manulang, ilmu ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam
usahanya untuk mencapai kemakmuran (kemakmuran suatu keadaan di mana manusia
dapat memenuhi kebutuhannya, baik barang-barang maupun jasa). Hukum ekonomi
lahir disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan
perekonomian. Hukum berfungsi untuk mengatur dan membatasi kegiatan ekonomi
denganharapan pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hak-hak dan
kepentingan masyarakat.
Jadi,
ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan
menciptakan kemakmuran.
Dalam
hal ini, Hukum Ekonomi dapat didefinisikan sebagai suatu hubungan sebab akibat
atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain
dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi
adalah
suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling
berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam
masyarakat. Selain itu Hukum ekonomi lahir disebabkan oleh semakin pesatnya
pertumbuhan dan perkembangan perekonomian.
Aspek Lain dari Hukum Ekonomi
Aspek
dalam hukum ekonomi adalah semua yang berpengaruh dalam kegiatan ekonomi antara
lain adalah pelaku dari kegiatan ekonomi yang jelas mempengaruhi kejadian dalam
ekonomi, komoditas ekonomi yang menjadi awal dari sebuah kegiatan ekonomi,
kemudian aspek-aspek lain yang mempengaruhi hukum ekonomi itu sendiri seperti
contoh yang ada di atas, yaitu kurs mata uang, aspek lain yang berhubungan
seperti politik dan aspek lain dalam hubungan ekonimi yang sangat kompleks.
Selain aspek dalam hukum ekonomi ada juga norma dalam hukum ekonomi yang juga
sudah digambarkan dalam berbagai contoh yang sudah disebutkan di atas, dimana
jika suatu aspek ekonomi itu mengalami suatu kejadian yang menjadi sebab maka
norma ekonomi itu berlaku untuk menjadikan bagaimana suatu sebab mempengaruhi
kejadian lain yang menjadi akibat dari kejadian pada sebab tersebut. Dapat
diartikan bahwa norma hukum ekonomi adalah aturan-aturan yang berlaku dalam
hukum ekonomi tersebut.
Sunaryati
Hartono mengatakan bahwa hukum ekonomi adalah penjabaran ekonomi pembangunan
dan hukum ekonomi sosial sehingga hukum tersebut mempunyai dua aspek berikut:
§
Aspek pengaturan
usaha – usaha pembangunan ekonomi.
§
Aspek pengaturan
usaha – usaha pembangunan hasil dan pembangunan ekonomi secara merata di
seluruh lapisan masyarakat.
Hukum
ekonomi Indonesia dibedakan menjadi 2, yaitu :
a.
Hukum Ekonomi
PembangunanHukum ekonomi adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum
mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia
secara nasional.
b.
Hukum Ekonomi
Sosial adalah yang menyangkut peraturan pemikiran hukum mengenai cara-cara
pembegian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata dalam HAM
manusia Indonesia. Hukum ekonomi sosial adalah yang menyangkut peraturan
pemikiran hukum mengenaicara-cara pembegian hasil pembangunan ekonomi nasional
secara adil dan merata dalam HAM manusia Indonesia.
Namun
ruang lingkup hukum ekonomi tidak dapat diaplikasikan sebagai satu bagian dari
salah satu cabang ilmu hukum, melainkan merupakan kajian secara interdisipliner
dan multidimensional. Atas dasar itu, hukum ekonomi menjadi tersebar dalam
berbagai peraturan undang-undangyang bersumber pada pancasila dan UUD
1945.Sementara itu, hukum ekonomi menganut azas, sebagi berikut :
§
Azas keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan TME.
§
Azas manfaat.
§
Azas demokrasi
pancasila.
§
Azas adil dan
merata.
§
Azas
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan.
§
Azas hukum.
§
Azas kemandirian.
§
Azas Keuangan.
§
Azas ilmu
pengetahuan.
§
Azas kebersamaan,
kekeluargaan, keseimbangan, dan kesinambungan dalam kemakmuranrakyat.
§
Azas pembangunan
ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
§
Azas kemandirian
yang berwawasan kenegaraan.
Dengan
demikian, dalam era globalisasi membuat dunia menjadi satu sehingga batas-batas
Negara dalam pengertian ekonomi dan hukum menjadi kabur. Oleh karena itu, pertimbangantentang
apa yang berkembang secara internasional menjadi begitu penting untuk dijadikan
dasar-dasar hukum ekonomi.
Sumber
:
Bab 2 Subyek dan
Obyek Hukum
1.
Subyek Hukum
Adalah segala
sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak dan
kewajiban. . Setiap manusia, baik warga negara maupun orang asing adalah
subjek hukum. Jadi dapat dikatakan, bahwa setiap manusia adalah subjek hukum
sejak dilahirkan sampai meninggal dunia. ) Meskipun menurut hukum
sekarang ini, setiap orang tanpa kecuali dapat memiliki hak¬haknya, akan tetapi
dalam hukum, tidak semua orang dapat diperbolehkan bertindak sendiri di dalam
melaksanakan hak-haknya itu. Mereka digolongkan sebagai orang yang “tidak
cakap” atau “kurangcakap” untuk bertindak sendiri dalam melakukan
perbuatan¬perbuatan hukum, sehingga mereka itu harus diwakili atau dibantu oleh
orang lain.
Yang
dapat dikategorikan sebagai Subjek Hukum adalah Manusia (Natuurlijk persoon) dan
Badan Hukum (Rechts persoon). Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal
1330, mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan
sendiri perbuatan hukum ialah:
§
Orang yang belum
dewasa.
§
Orang yang
ditaruh di bawah pengampuan (curatele), seperti orang yang dungu, sakit ingatan, dan orang boros.
§
Orang perempuan
dalam pernikahan (wanita kawin).
SUBJEK HUKUM MANUSIA (NATUURLIJK
PERSOON)
Adalah
setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan
kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir
hingga meninggal dunia. Namun ada pengecualian menurut Pasal 2 KUHPerdata,
bahwa bayi yang masih ada di dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan
menjadi subjek hukum jika kepentingannya menghendaki, seperti dalam hal
kewarisan. Namun, apabila dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia, maka
menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan termasuk subjek
Hukum.
Ada
juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap
dalam melakukan perbuatan hukum (Personae miserabile) yaitu :
1.
Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa dan belum menikah.
2.
Orang yang berada dalam pengampuan (curatele) yaitu orang yang sakit ingatan,
pemabuk, pemboros, dan Isteri yang tunduk pada pasal 110 KUHPer, yg sudah
dicabut oleh SEMA No.3/1963.
Selain
manusia sebagai subjek hukum, di dalam hukum terdapat pula badan-badan atau
perkumpulan-perkumpulan yang dapat juga memiliki hak-hak dan melakukan
perbuatan-perbuatan hukum seperti layaknya seorang manusia. Badan-badan dan
perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam
lalu-lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan dapat juga
menggugat di muka hakim.
SUBJEK HUKUM BADAN USAHA (RECHTSPERSOON)
Adalah suatu perkumpulan atau
lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek
hukum, badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum
yaitu : (Teori Kekayaan bertujuan)
1. Memiliki
kekayaan yg terpisah dari kekayaan anggotanya.
2. Hak dan Kewajiban badan
hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Badan hukum sebagai subjek hukum dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu:
1).Badan hukum publik, seperti
negara, propinsi, dan kabupaten.
2). Badan hukum perdata,
seperti perseroan terbatas (PT), yayasan, dan koperasi.
2.
Obyek Hukum
Adalah
segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam
suatu hubungan hukum. Objek Hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang
dapat dimiliki dan bernilai ekonomis. Jenis
objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda
dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen),
dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini
penjelasannya :
1.
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda
yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya
dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah
/ berwujud. Yang meliputi :
a.
Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang
tidak dapat dihabiskan
b.
Benda tidak bergerak
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda
yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang
dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat
direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan
ciptaan musik / lagu.
3. Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak
kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat
pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi
kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan
wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Penggolongan
jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu:
1.
Jaminan yang bersifat umum : - Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai
dengan uang)
- Benda tersebut bisa dipindahtangankan
haknya pada pihak lain
2.
Jamian yang bersifat khusus: - Gadai
- Hipotik
- Hak Tanggungan
- Fidusia
Sumber
:
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/subjek-hukum-objek-hukum
http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/hak-kebendaan-yang-bersifat-sebagai-pelunasan-hutang-hak-jaminan/
http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/hak-kebendaan-yang-bersifat-sebagai-pelunasan-hutang-hak-jaminan/
BAB 3 Hukum
Perdata
1. Hukum Perdata Yang Berlaku di
Indonesia
Hukum
perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata Belanda yang pada
awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda
atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian
materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang
RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
2. Sejarah Singkat Hukum Perdata
Hukum
perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun
berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap
sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis
dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce
(hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua
kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus
hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).
3. Pengertian & Keadaan Hukum di
Indonesia
Hukum
Perdata adalah hukum yang mengatur antara perorangan dalam masyarakat. Hukum
Perdata dalam arti luas meliputi semua Hukum Privat Materiil dan dapat juga
dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana
Mengenai
keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakan masih bersifat
majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2
faktor yaitu :
*
Faktor Ethnis, disebabkan keanekaragaman hukum adat bangsa Indonesia karena
Negara
Indonesia
ini terdiri dari beberapa suku bangsa.
*
Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang
membagi penduduk
Indonesia
dalam tiga golongan, yaitu :
-
Golongan Eropa dan yang dipersamakan.
-
Golongan Bumi Putera ( pribumi / Bangsa Indonesia asli ) dan yang dipersamakan.
-
Golongan Timur Asing ( Bangsa Cina, India, Arab )
4. Sistematika Hukum Perdata di
Indonesia
Sistematika
Hukum Perdata di Indonesia ada 2 pendapat.
Pendapat yang pertama yaitu, dari pemberlaku
Undang-Undang berisi:
Buku
I : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hokum
kekeluargaan.
Buku
II : Berisi tentang hal benda. Dan di dalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum
waris.
Buku
III : Berisi tentang perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal
balik
antara
orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
Buku
IV : Berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Di dalamnya diatur tentang
alat-alat
pembuktian
dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluwarsa itu.
Pendapat yang kedua menurut Ilmu Hukum/
Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu:
I.
Hukum tentang diri seseorang (pribadi)
Mengatur
tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, mengatur tentang prihal kecakapan
untuk
memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu
dan
selanjutnya
tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
II.
Hukum Kekeluargaan
Mengatur
perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu:
-
Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan
istri,
hubungan
antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
III.
Hukum Kekayaan
Mengatur
perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita
mengatakan
tentang kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan ialah jumlah dari segala hak
dari
kewajiabn orang itu dinilaikan dengan uang.
IV.
Hukum Warisan
Mengatur
tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal. Disamping itu Hukum
Warisan
mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan
seseorang.
Sumber
:
Bab 4 Hukum
Perikatan
1.
Pengertian Perikatan
Asal
kata perikatan dari obligatio (latin), obligation (Perancis, Inggris)
Verbintenis (Belanda = ikatan atau hubungan). Selanjutnya Verbintenis
mengandung banyak pengertian, di antaranya:
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.
Perjanjian
adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk
melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbullah suatu peristiwa
berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak.
Intinya,
hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan
perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak
menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistim terbuka. Oleh
karena itu, setiap anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.
2.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan
berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
§ Perikatan
yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
§ Perikatan
yang timbul undang-undang.
Perikatan
yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH
Perdata
§
Perikatan terjadi
bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan
sukarela ( zaakwarneming).
3.
Azas – azas dalam Hukum Perikatan
Azas-azas hukum perikatan
diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni :
·
Azas Kebebasan
Berkontrak
Dalam
Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang
dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dengan
demikian, cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat
perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya
dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian
yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban
umum, dan norma kesusilaan.
·
Azas
Konsensualisme
Azas
ini berarti, bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat
antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu
formalitas.
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu :
1.
Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri.
2.
Cakap untuk membuat suatu perjanjian.
3.
Mengenai suatu hal tertentu.
4.
Suatu sebab yang halal.
4.
Wanprestasi
dan akibat - akibatnya
Wansprestasi
timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang
diperjanjikan, misalnya ia (alpa) atau ingkar janji.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa
empat kategori, yakni :
1.
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2.
Melaksanakan apa yand dijanjikannua, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3.
Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4.
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat
wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan
wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1.Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur
(Ganti Rugi)
Ganti
rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni
1.
Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah
dikeluarkan
oleh
salah satu pihak.
2.
Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang
diakibat
oleh
kelalaian si debitor;
3.
Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan
atau
dihitung
oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan
Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal
1248
KUH
Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa
kedua
belah
pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu
peristiwa di
luar
kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian
sesuai
dengan
Pasal 1237 KUH perdata.
5.
Hapusnya Perikatan
Perihal
hapusnya perikatan. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1381
menyebutkan sepuluh macam cara hapusnya perikatan yaitu :
1.
Pembayaran
2.
Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan.
3.
Pembaharuan utang (inovatie)
4.
Perjumpaan utang (kompensasi)
5.
Percampuran utang.
6.
Pembebasan utang.
7.
Musnahnya barang yang terutang
8.
Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Adapun
dua cara lainnya yang tidak diatur dalam Bab IV Buku III KUH Perdata adalah :
1.
Syarat yang membatalkan (diatur dalam Bab I).
2.
Kadaluwarsa (diatur dalam Buku IV, Bab 7).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar